Berbagi / Memberi itu Semakin Menguntungkan

Mungkin Anda dan saya pernah punya pengalaman menarik mengenai BERBAGI. Dengan tetangga, saudara, teman, atau dengan siapapun sekalipun orang itu tidak dikenal. Berbagi yang dimaksud di sini sama dengan memberi dengan niat ikhlas, tanpa mengharap imbalan.

Dalam hubungan baik bertetangga, kita tentu pernah memberi oleh-oleh pada tetangga kita dan tidak berselang lama kemudian tetangga kita mengucapkan  terima kasih sambil memberi hal serupa, semisal makanan kepada kita. Reaksi kita sudah pasti senang dan bahagia karena memperoleh rezeki yang tak disangka-sangka dan tidak pernah diharapkan sebelumnya.

Dua hari yang lalu, seorang teman bercerita kepada saya. Atas informasi dari teman istrinya, dia 6 bulan lalu mendapat rekomendasi dari istrinya untuk mengirimkan CV lamaran kerja ke salah satu rumah sakit internasional untuk posisi supervisor marketing. Ternyata teman istrinya memberi tahu bahwa lowongan tersebut sementara waktu dibekukan atas keputusan manajemen rumah sakit. Tak disangka dua hari yang lalu posisi itu dibuka kembali dan orang yang pertama dihubungi adalah istrinya. Ternyata adik iparnya sdang butuh pekerjaan dan pengalaman kerjanya sesuai yang diharapkan. Setelah mengikuti wawancara singkat dan psikotest, hanya berselang satu hari, iparnya ditelpon oleh departemen SDM yang memberi tahu bahwa ia resmi diterima bekerja dan mulai masuk kerja awal bulan.

 

Betapa bahagianya teman saya telah menjadi sumber kebaikan bagi orang terdekat dengan memberi lowongan pekerjaan itu untuk saudaranya yang  membutuhkannya. Alhamdulillah, teman saya itu sudah memiliki bisnis online dan konsultan training yang sukses.

 

 

 

Saya yakin banyak kisah serupa yang Anda alami, bahkan lebih menarik dan inspiratif. Bukankah berbagi itu indah dan memberi itu menguntungkan? Tentu.

Nilai Perilaku dan Sikapnya, Bukan Orangnya

Tayangan-tayangan infotainment yang membahas perseteruan, pertengkaran, dan perceraian para artis, informasinya didengar dan dilihat oleh para pemirsa TV. Beberapa pemirsa ada yang mengacuhkan, namun banyak juga yang menjadikannya sebagai  bahan cerita yang menarik untuk diperbincangkan dengan teman-temannya. 

Saat seseorang memaki, mencemooh, dan berkata sesuatu keburukan kepada / tentang orang lain, sudahkah ia mengevaluasi  dirinya? Sudahkah dirinya mampu menjadi pribadi yang baik dan tidak seperti apa yang ucapannya yang merendahkan orang lain? Sudahkah ia lebih mengetahui kekurangan-kekurangannya?

Terlalu sibuk membahas kisah hidup orang lain yang dikenal atau tidak kenal membuat seseorang lupa waktu dan lupa mengurus urusan dirinya.

Pernahkah Anda mendengar pepatah yang mengatakan : “ketika jari telunjuk sedang menunjuk seseorang,  4 jari sedang menunjuk diri sendiri”. Apa artinya? Sederhana… Artinya kita seolah lebih mengetahui apa yang terjadi pada orang lain, daripada mengetahui diri sendiri.

Menilai, membicarakan, mengomentari orang lain memang terasa ringan dan mudah sekalipun tidak  mengetahui dirinya yang sebenarnya.  

Tidak ada larangan atau aturan dalam menilai, membicarakan, atau mengomentari siapapun selama  bisa dipertanggungjawabkan dan benar. Bukan sebaliknya, yang bisa berakibat fitnah. Yang perlu diperhatikan yaitu, bahwa yang dinilai atau dikomentari bukan pada orangnya, namun perilakunya dan perbuatannya, karena yang baik dan tidak baik dari seseorang adalah perilaku dan perbuatannya. Setuju atau tidak setuju, senang atau tidak tidak senang, nilai perilaku dan sikapnya, bukan orangnya.

Ingat Bersyukur Kapanpun dan Di Manapun

Aktifitas dalam keseharian yang menyita waktu, dari pagi hingga sore, bahkan hingga malam hari sering membuat kita lupa untuk bersyukur. Padahal bersyukur itu tidak selalu harus di waktu sholat / sembahyang. Kapanpun dan di manapun bisa kita lakukan.
Seberapa sering kita ingat membaca do’a makan dan minum atau cukup dengan mengucap “bismillaahirrahmaanirraahim” sebelum makan dan minum? Padahal kita sehari makan dan minum paling sedikit tiga kali sehari dan Allah tidak pernah menstop atau memutus makanan dan minuman kita karena kita lupa berdo’a.

Bagaimana kita menolak pemberian orang lain yang jumlahnya sedikit atau banyak dengan alasan malu atau segan? Padahal, dari situlah rezeki yang telah Allah persiapkan untuk kita dan kita menolaknya. Berani menerima pemberian orang lain dan mengucap Alhamdulillah sudah menjadi bentuk rasa syukur kepada Allah.

Bagaimana kita tidak mau berbagi sedikit atau sebagian dari rezeki yang kita miliki untuk orang lain atau saudara-saudara kita yang membutuhkan. Padahal, dengan memberi sebagian rezeki tidak akan membuat kita menjadi miskin atau terlantar. Malah, rezeki kita akan bertambah.

Allah tidak pernah membedakan dalam memberikan seiap karunianya kepada semua makhluk ciptaan-Nya. Allah yang selalu sibuk dan ingat kepada kehidupan makhluk-Nya sepanjang waktu. Alhamdulillah, kita menerima karunia-Nya di manapun dan kapanpun melalui jalan-jalan yang sudah ditentukan oleh-Nya dan karunia-Nya bisa dalam bentuk apapun yang baik untuk kita.

Belajar Memaafkan dari Allah dan Anak-anak

Apa reaksi yang sering kita lakukan bila teman, sahabat, atasan, pimpinan, atau siapapun yang meremehkan kita? Sudah pasti akan merasa kesal, dengki, bahkan ada yang dendam berkepanjangan hingga mengucap sumpah serapah. Lalu, apa sesudahnya kita merasa tenang, merasa bebas, dan plong? Ternyata banyak yang masih menyimpan dendam kesumat berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan sampai ada yang bertahun-tahun atau seumur hidup tidak mau memaafkan, karena begitu sakit hatinya.

Lalu, apa untungnya buat diri kita? Atau malahan justru sebaliknya, kerugiannya lebih banyak daripada keuntungannya. Hehehe… Nggak balik modal dong 🙂

Tahukah Anda bahwa Allah Maha Pemaaf. Jika Allah saja Maha Pemaaf atas kesalahan-kesalahan dan Maha Pengampun atas dosa-dosa hamba-hambanya yang berjumlah trilyunan orang di seluruh dunia ini, mengapa kita sebagai makhluknya yang merasa sakit hati yang bila ditimbang, katanya sakit hatinya sudah berton-ton beratnya, begitu sulitnya memaafkan?

Sederhananya begini….Bukankah semua sifat-sifat Allah adalah baik. Ayo kita coba sebutkan beberapa saja :

  • Maha Pengasih
  • Maha Penyayang
  • Maha Pemelihara
  • Maha Menyejahterakan
  • Maha Memaafkan
  • Maha Pemberi Rezeki
  • Maha Merahmati
  • Maha Sabar
  • dan seterusnya…

Jika disebutkan semua, ada 99 nama Allah (Asma’ul Husna)

Nah, dari yang disebutkan tadi ternyata ada sifat Allah yang Maha Memaafkan dan Maha Sabar. Dari sifat-sifat Allah tersebut, manusia juga memilikinya. Mau bukti… Saya yakin kita pernah mendengar ucapan-ucapan berikut :

“Ayah Bundanya itu sangat menyayangi anak-anaknya ya”

“Ustad Yusuf Mansur itu baik sekali ya. Dia kemarin memberi rezeki buat Ibu Een di Sumedang sebesar 25 juta”

“Alhamdulillah, istri saya sudah memaafkan kekhilafan saya selama ini”.

Menyayangi, memberi rezeki, dan memaafkan; bukankah itu ada dalam sifat-sifat Allah.

Pernahkah kita melihat anak-anak kecil yang bertengkar saat bermain? Ya, memang ada yang menangis. Dan apa yang terjadi beberapa menit kemudian? Ternyata mereka sudah tenang dan bermain bersama lagi seperti sediakala.

Kita sering tidak bisa ikhlas memaafkan karena diri sudah dipengaruhi hawa nafsu yang sudah begitu kuatnya membelenggu diri. Selain itu pengaruh-pengaruh dari orang-orang di lingkungan sekitar kita yang begitu besar sehingga membuat kita cenderung menyetujui dan meng”iya”kan dengan sikap dan perilaku tidak mau memaafkan.

Ya…kita memang perlu belajar dari sifat-sifat Allah dan tidak ada salahnya belajar dari anak-anak kita. Dan belajar itu tidak selalu dari buku, hal-hal yang kita temui di sekitar kitapun bisa menjadi khasanah untuk memperkaya ilmu kita.

Semua Bisa, Semua Luar Biasa, Semua Ekslusif dan Sempurna

Mengapa harga sebuah lukisan seorang pelukis terkenal bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta? Mengapa harga tiket konser band-band dunia seperti aerosmith dan metallica bisa begitu mahalnya dan para fans rela membayar untuk itu? Mengapa harga suatu seminar dengan pembicara para motivator dunia begitu mahal hingga puluhan ribu dollar dan banyak orang rela membayarnya?

Jawabnya, karena kehadiran mereka begitu bernilai bagi para penggemarnya sehingga para penggemar rela merogoh kantong bahkan rela berhutang untuk memuaskan hasrat mereka.  Suatu kebanggaan saat mereka bisa menikmati suguhan-suguhan yang atraktif.

Jika mereka bisa membuat para penggemarnya terkesima dan takjub, mengapa  Anda atau saya tidak melakukan hal yang sama? Bukankah mereka juga manusia juga, sama dengan saya dan Anda?

Ternyata bedanya bahwa mereka punya visi dan misi yang jelas, fokus dan menjiwai profesinya hingga menjadi suatu kenyataan yang nilainya diakui internasional. Seluruh dunia tahu band aerosmith dan metallica itu seperti apa, atau siapa di dunia ini yang tidak kenal Anthony Robbins atau John C Maxwell. Dan bukan berarti perjalanan menuju puncak kesuksesan mereka selalu mulus, tanpa rintangan, tanpa hambatan.

Hal yang menarik adalah saat membaca kisah perjalanan hidup mereka selama bertahun-tahun yang ternyata tak selalu mulus sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa untuk menuju puncak kesuksesan itu memerlukan proses, kerja keras, visi & misi yang jelas, dan fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Dan terbukti mereka diakui oleh dunia dan karya-karya terbaru mereka selalu ditunggu seluruh masyarakat dunia.

Siapapun bisa mewujudkan apa yang selama ini menjadi tujuan hidupnya, tanpa terkecuali; karena siapapun kita adalah ciptaan-Nya yang Maha Sempurna. Semua sama dalam pandangan-Nya. Tuhan menciptakan setiap manusia dengan potensi dan kemampuan yang luar biasa tanpa membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya, bahkan orang-orang dengan keterbatasan fisik sekalipun.  Semua Bisa, Semua Luar Biasa, Semua Eksklusif dan Sempurna.

Profesi Sales Executive itu Bergengsi

Lowongan pekerjaan sales executive / salesman / sales itu bergengsi? Mengingat kenangan dan cerita saat mencari pekerjaan sewaktu lulus kuliah dulu menjadi pengalaman menarik dan lucu. Setiap hari membuka jobstreet.co.id dan jobsdb.com, setiap Sabtu dan Minggu membeli surat kabar yang mengiklankan begitu banyak lowongan pekerjaan.  Intens berkirim sms dan menelepon teman-teman kuliah sambil menanyakan sudahkah mereka mendapat panggilan kerja atau sudahkah mendapat pekerjaan. Jawabannya standar : “belum ada yang cocok. lowongan kebanyakan untuk jadi sales executive”. atau “kalau posisi sales executive nggak mau ah”. Jawaban-jawaban yang menunjukkan bahwa kalau kerja jadi sales lebih baik tidak bekerja.

Namun ada dari mereka yang tetap mencoba melamar posisi sales executive dan diterima, menjalaninya dengan tekun, hingga akhirnya mereka banyak yang berhasil dan bangga dengan profesinya.

Banyak para fresh graduate yang menilai sales executive adalah pekerjaan yang hina, harus berkeliling dari rumah ke rumah, komplek ke komplek, pasar ke pasar untuk menawarkan produk dari suatu perusahaan. Bahkan sampai ada yang berpendapat saya yang berkelililing, kepanasan, kehujanan, terjebak macet, dan lelah tingkat tinggi, tapi perusahaan yang menikmati hasilnya. Mereka berpendapat demikian, karena belum mencoba dan belum tahu seperti apa kenyataannya. Pada kenyataannya banyak para sales executive yang berhasil mencapai posisi manajerial di perusahaannya. Bahkan banyak para sales executive yang komisi penjualannya lebih besar dari gaji pokoknya.

Kalau balik ditanya, “kalau capek, kok tetap mau jadi sales?”. Jawabannya ada yang bilang terpaksa, ada yang bilang sudah nggak ada pekerjaan lain, dan banyak alasan-alasan lain. Jika waktu terima gaji, waktu terima komisi, dan waktu ditraktir sama pimpinan karena target tercapai, anehnya wajah menjadi cerah, senyumnya sumringah, dan semangat.

Tak ada salahnya berani mencoba melamar pekerjaan menjadi seorang sales executive. Bila pekerjaan itu mampu membuat Anda menjadi sales executive yang sukses dengan income tambahan/ komisi dan karir yang menjanjikan, kenapa harus takut?